KOPERASI WANITA
DENGAN PERBANKAN DALAM PENYALURAN KREDIT MIKRO BAGI USAHA PEREMPUAN
OLEH :
SULIKANTI AGUSNI
Melihat
kekuatan yang ada pada perempuan pengusaha dan koperasi wanita seperti yang
telah diungkapkan di atas, sebenarnya peluang koperasi wanita untuk menjadi
mitra bank dalam penyalur kredit mikro bagi usaha perempuan sangatlah besar.
Permasalahannya seberapa besar kepercayaan pihak perbankan untuk
menyalurkan dananya kepada koperasi-koperasi wanita, atau kepada induk koperasi
wanita?
Peluang
bagi koperasi wanita untuk menjadi penyalur kredit mikro dapat dilihat dari
kekuatan yang dimiliki antara lain yaitu, (a) bentuk kelembagaan koperasi
wanita yang tidak disebut sebagai koperasi simpan pinjam, walaupun sebenarnya
koperasi ini bergerak di bidang pendanaan; (b) pengalaman perempuan dalam
berarisan menjadi dasar kemampuan koperasi wanita untuk mengembangkan usaha
simpan pinjam menjadi lebih efektif; (c) tingkat kehati-hatian kaum perempuan
dalam mengelola uang (yang bukan miliknya) merupakan faktor penting dalam
pelaksanaan.
Sebutan
koperasi wanita sebenarnya sudah memberikan peluang, karena walaupun sebutan
koperasi tetap disandang, tetapi tidak terdapat konotasi negatif dari bentuk
kelembagaannya. Hal ini mendukung dan membuka kesempatan koperasi wanita untuk
mendapatkan kepercayaan dari pihak pemberi dana, dalam hal ini pihak perbankan.
Yang menjadi permasalahan, seperti yang telah penulis sampaikan pada Infokop
edisi terdahulu, adalah perbankan masih amat sangat netral gender.
Perbankan mau berhubungan dengan korporasi, dengan lembaga, tidak dengan
manusianya, laki-laki dan perempuan. Namun akhir-akhir ini, dengan berubahnya
paradigma di kalangan masyarakat internasional, perbankan mulai mengubah cara
pandangnya dan mulai mempertimbangkan para nasabah sebagai pelaku dalam suatu
korporasi. Dengan demikian perbankan juga mulai melirik dan menilai untung rugi
menggunakan koperasi wanita sebagai lembaga penyalur kredit mikro bagi para pengusaha
mikro. Selain itu telah banyak contoh koperasi wanita dan perempuan pengusaha
yang sangat berhati-hati dalam mengelola dana pinjaman serta memberikan nilai
positif atas kemampuan mengembalikan pinjamannya.
Yang
menjadi perhatian untuk mendapatkan kepercayaan perbankan adalah kemampuan
koperasi wanita dalam meyakinkan lembaga keuangan tersebut. Koperasi wanita
harus memperhatikan dua sisi yang tak dapat dipisahkan, yaitu koperasi sebagai
lembaga atau institusi, dan anggotanya yang diharapkan terdiri dari para
perempuan pengusaha. Koperasi wanita sebagai lembaga, tentu sudah menjadi
kewajiban para pengurusnya untuk mencatat semua transaksi yang terjadi dengan
para anggotanya di koperasi. Pembukuan yang rapih dan teratur merupakan
kekuatan utama untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak perbankan.
Dari
sisi anggotanya, terutama kepada para perempuan pengusaha, pengurus koperasi
perlu memberikan perhatian yang istimewa, mengingat tentu ada perbedaan
kapasitas dan kemampuan perempuan pengusaha. Pendataan dan pencatatan usaha
para anggota perlu dilakukan secara teratur dan berkala untuk melihat kemajuan
dan kemampuan anggota tersebut dalam menggunaan uang yang dipinjamnya maupun
produktivitasnya. Untuk pengusaha mikro yang belum memerlukan pendanaan dalam
jumlah yang besar, maka perlu kebijakan dan perhatian khusus, biasanya perlu
juga untuk mencarikan solusi agar kebutuhan kelompok ini terpenuhi.
Fungsi
pengurus koperasi tidak hanya sebagai pimpinan yang mengatur strategi jalannya
perkoperasian tetapi juga sebagai bagian dari pemberdayaan perempuan. Strategi
yang penting untuk persiapan penyaluran kredit adalah dengan menggunakan sistem
kelompok. Hal ini dinilai lebih efisien dan efektif karena dengan kelompok akan
terbangun kerjasama yang erat berdasarkan prinsip kemitraan yang dilandasi oleh
semangat kekeluargaan, kebersamaan, dan saling percaya diantara masing-masing
anggota kelompok usaha. Muhammad Yunus sudah membuktikan bahwa sistem kelompok
sangat baik di Bangladesh. Di Indonesia juga sistem tanggung renteng dalam
kelompok telah dilakukan di Jawa Timur. Yayasan Dharma Bhakti Parasahabat,
Yayasan Ganesha, Yayasan Mandiri Peduli Dhuafa, Yayasan Mitra Usaha juga telah mempraktekkan
sistem kelompok ala Grameen Bank dan hasilnya pun baik. Bahkan Perusahaan Umum
Pegadaian juga telah melakukan pelayanan kredit kepada kelompok perempuan dan
memberikan hasil yang memuaskan.
Koperasi
wanita juga dapat memanfaatkan pendanaan yang diambil dari perbankan untuk
dijadikan modal dana bergulir. Tentu hal ini perlu dilakukan kesepakatan
bersama anggota. Hal ini dapat dilakukan jika terjadi kerjasama yang baik
antara anggota. Manfaat dana bergulir akan dirasakan bersama seperti yang telah
terjadi di berbagai daerah, dimana dana bergulir telah mempercepat laju
pertumbuhan ekonomi desa setempat. Misalnya Desa Rarang, Kabupaten Lombok Timur
dengan koperasinya yang pernah mendapatkan modal dana bergulir telah berhasil
memupuk modal sendiri menjadi dua kali lipat dalam kurun 5 tahun. Contoh
lainnya untuk Kelurahan Pendem, Negara, Kabupaten Jembrana telah mengucurkan
dana bergulir yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Seputar
Indonesia, 24 Desember 2007). Cara ini lebih menjamin pelaksanaan kegiatan
secara berkelanjutan untuk pemupukan modal wilayah, sekaligus lebih
mencerminkan prinsip keadilan bagi kelompok perempuan miskin lain yang belum
menerima dana bergulir.
Sebagai
konsekuensi dari dianutnya sistem dana bergulir, maka koperasi wanita perlu
unit khusus pengelola proses perguliran dana tersebut guna dapat menjamin
kesinambungan dan pertanggungjawaban pengelolaan dana bergulir. Sesuai dengan
lingkup kelompok sasaran dan besaran dana yang dikelola, maka unit khusus
pengelola tersebut harus dibentuk dan disesuaikan dengan budaya dan kebutuhan
dari masyarakat lokal, sehingga keberadaannya akan lebih tertanam dan dihargai
dalam sistem kemasyarakatan yang ada.
Sudah
menjadi pengetahuan bersama bahwa dalam kerjasama dengan perbankan, koperasi
wanita akan mendapatkan bimbingan ataupun pendampingan dari bank bersangkutan
agar uang yang dipinjamkan kepada koperasi dapat dikembalikan secara tepat
waktu. Koperasi wanita harus ikut berperan aktif untuk memperoleh informasi dan
bimbingan dari pihak bank. Proses pemberdayaan tidak hanya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan semata, tetapi harus secara nyata dituangkan dalam
wujud pelaksanaan aktivitas ekonomi yang bersifat produktif. Kegiatan ekonomi
ini dapat berupa pengembangan lapangan usaha yang memang telah dilaksanakan
kelompok sebelumnya (sepanjang masih layak secara ekonomis) maupun pengembangan
lapangan usaha baru. Kegiatan ekonomi yang dikembangkan hendaknya didukung oleh
potensi ketersediaan bahan baku dan bahan pendukung di wilayah tersebut,
merupakan produk unggulan di daerahnya (bersifat komparatif maupun kompetitif),
serta dibutuhkan dan memiliki pasar yang nyata (demand and market driven)
agar berkesinambungan.
Untuk
memperlancar hubungan koperasi wanita dan perbankan, pihak koperasi wanita
harus terbuka terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Pinjaman yang
diberikan kepada kelompok sasaran harus memperhatikan pula keterlibatan peran
keluarga dan atau suami dari pihak perempuan yang menjadi kelompok sasaran.
Pihak keluarga dan suami tersebut diharapkan dapat memberikan dukungan kepada isteri/anggota
keluarganya yang menjadi kelompok sasaran, baik dalam wujud pemberian motivasi
dan kesempatan untuk melakukan usaha yang menghasilkan secara ekonomi, dimana
hal ini mungkin merupakan sesuatu yang relatif baru atau bahkan tabu di
kalangan kehidupan komunitas tertentu. Pihak keluarga juga perlu mendapat
pemahaman dalam beberapa aspek penting, seperti dana bantuan modal kerja yang
diterima. Walaupun pinjaman yang diberikan pihak bank tidak terkait langsung
dengan anggota koperasi, dalam kaitan pendampingan oleh pihak mitra bank tentu
akan berhubungan dengan perempuan pengusaha.
Koperasi
wanita juga harus memahami pola perkreditan bank agar hubungan dengan bank
dapat berjalan dengan baik. Koperasi harus memahami posisinya sebagai perantara
bank dengan anggota (di sini dimaksud perempuan pengusaha). Koperasi perlu
mengetahui istilah-istilah yang digunakan perbankan, seperti kredit lancar,
kredit kurang lancar, kredit yang diragukan, kredit macet, kredit tanpa
angsuran, tunggakan angsuran pokok dan sebagainya, agar koperasi dapat
mengambil langkah-langkah awal agar tidak terjadi kredit yang diragukan ataupun
kredit macet.
Hubungan
koperasi wanita dengan para anggotanya, khususnya perempuan pengusaha harus
senantiasa dijaga baik. Permasalahan yang dihadapi oleh perempuan pengusaha
merupakan permasalahan bagi koperasi sendiri. Apabila perempuan pengusaha
mengalami kesulitan dalam produksi atau pun pemasaran, maka akan berdampak pada
koperasi. Pengembalian yang tersendat akibat permasalahan tadi akan berdampak
kepada hubungan koperasi dengan perbankan. Oleh sebab itu koperasi wanita tidak
dapat meninggalkan anggotanya, terutama perempuan pengusaha.
Agar
anggota koperasi wanita dapat melakukan kewajibannya, maka Koperasi wanita juga
perlu memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan oleh anggota.
Dalam jatidiri koperasi ada nilai-nilai swadaya, tanggung jawab, demokrasi,
kebersamaan, dan kesetiakawanan. Oleh sebab itu pengurus harus memberikan
pemahaman kepada anggotanya tentang perkreditan, mulai dari prosedur meminjam
hingga pengamanan kredit itu sendiri. Setiap anggota yang meminjam harus
menyadari kewajiban mereka untuk menjaga agar cicilan dapat dilakukan tepat
waktu. Anggota juga harus belajar mengukur kemampuan diri untuk membayar tepat
waktu. Di sinilah perbedaan koperasi dengan bank, koperasi dapat menjembatani
pelunasan pinjaman melalui mekanisme tanggung jawab, kebersamaan dan kesetiakawanan
sesuatu yang tidak dimiliki perbankan.
Nama : Zainul
Arifin
NPM :
27211720
Kelas : 2EB09
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus