PERAN
DAN UPAYA KOPERASI PETERNAK SAPI PERAH
DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SUSU DI
JAWA BARAT
(The
Role and Effort of Dairy Farming Cooperation to increase Milk Quality in West Java)
OLEH :
E.MARTINDAH dan R.A. SAPTATI
ABSTRACT
There
is still a gap between national milk production and demand, in which only be
satisfied up to 30% of the total production. Assessment on the role of dairy
farming cooperation to increase milk quality had been done in 2006 in West Java.
The study used survey method involved KPSBU Lembang and KSU Tandangsari,
Sumedang. The result shows that milk quality include fat, solid and solid non
fat (SNF) in those two cooperations are relatively good, however the TPC is
still under SNI standard. KPSBU Lembang and KSU Tandangsari have been proactive
to control the disease in dairy cow such us screening to detect Brucellosis.
There are 88 dairy cows positive Brucellosis in KPSBU area, whereas in KSU
Tandangsari 400 samples were tested and all were nwgative. Effort to control
subclinical mastitis was done in each cooling unit, so that treatment could be
applied when it was detected. All milk from cows treated with antibiotic was
dumped to avoid antibiotic residu. Those efforts were expected to increase milk
quality especially in reducing TPC, so that milk price in the farmer level was
increased.
Keywords:
Cooperation role, dairy cattle, milk quality
Abstrak
Sampai
saat ini masih terjadi kesenjangan antara produksi susu nasional dengan
permintaan, sehingga produksi didalam negeri baru mampu mencukupi 30% dari
total kebutuhan. Jika kualitas dan kuantitas susu dalam negeri tidak meningkat,
IPS terpaksa harus meningkatkan jumlah susu yang diimpor. Suatu kajian tentang
peran koperasi peternak sapi perah dalam meningkatkan kualitas susu telah
dilakukan di wilayah Jawa Barat pada akhir tahun 2006. Penelitian dilakukan
dengan metode survei terhadap KPSBU Lembang dan KSU Tandangsari,Sumedang. Hasil
kajian menunjukkan bahwa kualitas susu yang dihasilkan peternak di kedua koperasi
rata-rata sudah cukup bagus walaupun masih di bawah standar yang dipersyaratkan
oleh SNI, terutama untuk jumlah kuman dalam susu. Nilai kadar bahan kering,
bahan kering tanpa lemak dan kandungan lemak susu, rata-rata telah memenuhi
syarat. KPSBU Lembang dan KSU Tandangsari juga proaktif melakukan pencegahan dan
pengobatan penyakit pada sapi perah yang berpotensi menurunkan kuantitas dan
kualitas susu peternak. Screening test dilakukan untuk mendeteksi penyakit
Brucellosis, dimana pada wilayah KPSBU terdapat 88 ekor sapi positif, sedangkan
di KSU Tandangsari dari 400 sampel yang diuji belum ada yang menunjukkan nilai
positif. Upaya pengendalian penyakit mastitis subklinis juga telah dilakukan
per cooling unit, sehingga treatment dapat dilakukan bagi sapi yang terdeteksi.
Susu dari ternak-ternak yang sedang dalam pengobatan mastitis dibuang ke prosesing
limbah untuk menghindari cemaran antibiotik. Upaya-upaya tersebut diharapkan
dapat lebih meningkatkan kualitas susu, terutama untuk menurunnya jumlah kuman
sehingga harga jual susu di tingkat peternak dapat meningkat.
Kata kunci:
Peran koperasi, sapi perah, kualitas susu
PENDAHULUAN
Konsumsi
susu masyarakat Indonesia jika dibandingkan dengan konsumsi susu di Negara berkembang
lainnya di Asia, masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan harga produk susu di tingkat
konsumen cukup mahal, sekitar 4-5 kali dari harga susu di tingkat peternak.
Disisi lain, produksi susu dalam negeri, baru dapat memenuhi kebutuhan nasional
sekitar 30%, sedangkan sisanya masih harus diimpor. Hal ini dikarenakan
keterbatasan dari berbagai aspek seperti produksi, kelembagaan dan kebijakan. YUSDJA
(2005) menyatakan bahwa salah satu kelemahan ini adalah akibat belum
dikuasainya kemampuan manajemen dan teknologi sapi perah. Kenyataan ini
mengakibatkan rendahnya produktivitas dan lambatnya perkembangan industri sapi
perah rakyat.
Pengembangan
usaha peternakan sapi perah sebagai salah satu komponen subsector peternakan
sangat prospektif mengingat (i) pasar domestik yang terus meningkat, (ii)
ketersediaan sumber daya pakan dan teknologi, serta (iii) harga susu dunia yang
semakin meningkat. Sampai dengan tahun 1999 perkembangan industri sapi perah
diatur oleh pemerintah baik dalam pemasaran, tataniaga, impor sapi perah dan kebijakan
yang mengharuskan IPS menyerap susu segar dari koperasi jika ingin mendapatkan ijin
impor susu (YUSDJA, 2005). Pengembangan agri bisnis sapi perah rakyat di
Indonesia meingkat sejak SKB Tiga Menteri 1982, yakni Menteri Perdagangan dan
Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian. Dalam rumusan SKB
tersebut ada dua dasar yang digunakan yakni agribisnis sapi perah dikembangkan
melalui koperasi/KUD sapi perah dan pemasaran susu diatur oleh koperasi dan industri
pengolahan susu (IPS). Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota melalui
penyediaan lapangan usaha yakni beternak sapi perah. Pembentukan koperasi bersifat
top-down, dana disediakan dalam bentuk pengadaan bibit sapi perah impor untuk dibagikan
kepada anggota sebagai pinjaman. Peternak harus mengembalikan pinjaman melalui hasil
susu dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh koperasi. Produksi susu sapi perah
dari anggota dijamin akan ditampung koperasi dan dipasarkan ke IPS.
Pemberlakuan
persyaratan kualitas susu oleh IPS kepada koperasi menjadi pukulan berat bagi usaha
sapi perah di Indonesia. Persyaratan tersebut adalah nilai berat jenis 1,028,
kadar total nilai bahan kering atau Total Solid (TS) berkisar antara 11-18 %,
bahan kering tanpa lemak atau Solid Non Fat (SNF) minimal 7,8%, kandungan lemak
(Fat) antara 3,2-3,5% dan jumlah kandungan kuman dalam susu (TPC) dibawah 10 juta/ml
susu. Ketentuan tersebut masih dibawah Standar Nasional Indonesia (SNI)
01-3141-1998 yang mensyaratkan nilai SNF minimal 8%, dan jumlah kuman maksimal
1 juta/ml susu (http://www.win2pdf.com, 2008). Pemberlakuan persyaratan
tersebut berdampak pada banyaknya susu peternak yang ditolak oleh IPS karena kualitasnya
yang rendah. Rendahnya marjin yang diterima oleh peternak dan tingginya biaya produksi
terutama biaya pakan mengakibatkan peternak tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola
usahanya dengan optimal, sehingga jumlah dan kualitas susu yang dihasilkan
rendah. Disamping itu kemampuan peternak dalam good farming practice juga masih
rendah. Jika kualitas susu peternak rendah, IPS akan meningkatkan impor susu
untuk bahan baku produksinya sehingga merugikan peternak. Berdasarkan kondisi
tersebut, beberapa koperasi berusaha keras untuk dapat meningkatkan kualitas
susu dengan berbagai upaya yang terkait dengan perbaikan manajemen peternakan
sapi perah seperti penyediaan stok bibit yang baik, sarana pemerahan,
pakan/konsentrat berkualitas dan upaya merubah sikap peternak melalui penyuluhan,
pelatihan, serta pelayanan kesehatan hewan.
Pada
awal tahun 2007 harga susu di tingkat peternak sudah membaik, akibat kenaikan
harga susu gobal. Peternak memperoleh harga penjualan antara Rp. 2.250 – Rp.
3.000 per liter, walaupun masih dibawah harga susu impor yang mencapai Rp.
5.000,-. Permintaan susu dalam negeri mengalami peningkatan. Beberapa industri
pengolahan susu (IPS) dalam negeri telah menaikkan harga pembelian susu segar
di Jawa Timur, berkisar 2-3% atau sekitar Rp 60 - Rp. 100,- per liter.
Diharapkan kenaikan harga susu segar tersebut, akan memacu para petani untuk
menambah jumlah ternak sapi yang dipelihara dan meningkatkan kualitas susunya. Hal
ini sekaligus akan meningkatkan produksi susu dalam negeri, sehingga
ketergantungan terhadap susu impor akan semakin kecil (PURBA, 2007).
Peluang
tersebut harus dimanfaatkan koperasi untuk lebih meningkatkan kualitas susu
sapi anggotanya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Beberapa
koperasi susu di wilayah Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan dimana kualitas susu dan harga yang diterima peternak telah
semakin membaik. Makalah ini mencoba mengkaji peran dan upaya koperasi di
wilayah Jawa Barat dalam meningkatkan kualitas susu.
METODOLOGI
Penelitian
dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung pada bulan November – Desember 2006,
terhadap koperasi susu KPSBU Lembang dan KSU Tandangsari, Sumedang. Penentuan koperasi
dilakukan secara purposive, berdasarkan kondisi topografi yang mewakili dataran
tinggi dan dataran sedang. Kajian ini menggunakan metode survei dengan strategi
studi kasus yang meliputi observasi lapangan baik ke koperasi maupun kandang
peternak, wawancara mendalam dengan menggunakan kuesioner terstruktur terhadap
informan kunci (pengurus koperasi dan peternak), serta kajian dokumen (data
sekunder). Data pengkajian terdiri atas data primer dan data sekunder dan
dianalisis secara deskriptif (SIEGAL, 1998).
Nama : Zainul Arifin
NPM :
27211720
Kelas : 2EB09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar